Tuesday, August 04, 2009

Jalan-Jalan De Sendjojo


Yang tampil berikut ni bukan adegan pemandangan di Florida Amrik atau Amazon Brazil. Ini cuma tampilan nuansa pagi yang cerah di Senjoyo, Tengaran, Semarang kabupaten (bukan yang kota).
Tulisan De Sendjojo itu bunyi lokalnya Senjoyo, yang merujuk pada suatu lembah hijau dengan tumbuh-tumbuhan besar seperti beringin, bulu (memang namanya pohon bulu, bukan besarnya sehelai bulu), johar, sengon,dan macam-macam tumbuhan perdu yang nongol subur di sekitar puluhan (atau ratusan?) titik mata air yang menyeruak di sana-sini. Nama Senjoyo bisa jadi berkaitan dengan Dinasti Sanjaya dari masa kerajaan Mataram Hindu. Sangkut paut bin kaitan ini dicurigai ada, karena di lokasi itu ada bekas struktur candi yang bentuk dan ukurannya (diperkirakan) mirip dengan kluster candi Gedong Songo atau gerombolan candi di plato Dieng. Sayangnya, mantan candi yang ada di Senjoyo tinggal struktur dasarnya, dari fondasi naik beberapa puluh sentimeter saja petak-petaknya. Sedangkan badan candi, struktur atas dan pernik-pernik ornamen di permukaan (termasuk arca mungkin) sudah nggeblass... hilang, mungkin dicuri, dijual, dijarah atau dipakai orang yang doyan. Sudah begitu, nampaknya pemerintah lokal kabupaten juga lumayan cuek 'EGP' terhadap nasib situs berhistoris ini. Jadi lengkaplah nasib merananya Senjoyo.

Padahal, mari bareng-bareng (atau sendiri-sendiri) kita melihat betapa khidmat, syahdu, mendayu-ndayu tapi seger-bugernya suasana di Senjoyo. Air jernih mengalir di sana-sini, terus mengalirnya sampai jauh.... ke sungai, ke sawah, juga ke rumah-rumah orang-orang Salatiga dan sekitarnya (lewat pipa air minum). Jadi kalau dihitung serampangan saja, ada ratusan ribu orang yang hidupnya bergantung kepada nongolnya air dari Senjoyo. Selain lakonnya air jernih, tampil juga pemandangan hijau yang nikmat dan menyejukkan mata dan rasa. Karena itu tiap saat tampillah orang-orang santai-santai, leyeh-leyeh, duduk-duduk, mojok-mojok, asyik-asyik, gembira-gembira, sampai yang ngantuk-ngantuk dilanda angin sepoi-sepoi campur suara gemericik dan gemerecek air bening yang mengalir tiada banjir... Eh, ada lagi yang lagi cuci-cuci, berenang-renang, mandi-mandi... (mungkin juga ngintip-ngintip).

Waduh, sekarang Senjoyo tak steril dari sampah plastik dan kimia. Ini dipicu terutama oleh cuekismenya orang-orang yang membuang bungkus sabun, sampo, bungkus makanan, kemasan minuman, sisa deterjen, celana dalam... macam-macamlah kalau mau disebut sehelai demi sehelai. Belum lagi rusaknya pohon-pohon karena aksi orang usil dan orang doyan (doyan segalanya). Ini jadi ancaman bukan saja buat tampilan Senjoyo yang asri lestari, tetapi juga ancaman buat segerombolan besar manusia yang hidupnya didukung ketersediaan air dan sumber alam lain dari Senjoyo. Bayangkan kalau anarkisme lingkungan ini dibiarkan, terus suatu saat Senjoyo tidak lagi memproduksi air bersih yang alami-alami, terus airnya makin menyusut, terus mampet babar blassh... macet 100%, terus bagaimana nasib hidupnya orang-orang Salatiga dan sekitarnya?

Lha mbok mikir, jangan cuma cari enaknya sekarang (tapi susah anak-cucu mendatang), ya tho?

Friday, June 12, 2009

Undangan Nganten



Sebungkus barang cetak mendarat di meja kerja merangkap meja ngelamunku. Di lapisan terluar adalah plastik transparan yang satu sisinya berperekat, tempat masuk-keluarnya isi bungkusan. Di lapisan berikutnya adalah kertas tebal yang beraksesori pita merah dihias muter-muter seperti hiasan kado. Tampilan kertas tebalnya cerah dengan ornamen ukiran gemerlap, dan inisial dua huruf yang distilir lenggak-lenggok. Di bagian tengah agak bawah ada stiker putih yang ditulisi (lebih tepat diketiki) nama dan alamat ala kadarnya... Ya itu dia tampilan awal seekor undangan proyek ngantenan.

Kalo surat undangan itu dibuka (itu juga kalo lagi mau; kalo lagi males ya nanti sajalah.. kadang-kadang dari lapisan luarnya saja sudah nampak tanggal pertandingan, eh.. tanggal acaranya), maka di halaman dalam termuat: siapa anaknya siapa, sedang berjodoh-ria dengan siapa anaknya siapa. Dengan ungkapan berbunga-bunga diumumkan: kapan dan di mana pergelaran ngantenan akan digelindingkan. Yang paling dapat fokus perhatian orang adalah hari-tanggal dan JAM MAIN (soalnya kalo terlambat datang, apalagi di luar jam main ngantenan, risikonya piring-sedok dan segala instrumen-logistik makan sudah diangkut..bubar!). Informasi tambahan yang biasa tampil adalah kutipan ayat suci dan diakhiri wacana ... turut mengandung, eh, turut mengundang: siapa dan siapa..Trus, ilustrasi penyedot perhatian lain adalah foto pemeran utama nganten (berdua)sedang duduk di bawah pohon, atau duduk di kursi antik, atau jalan-gandengan di perkebunan, atau naik sepeda onthel, atau nongkrong di jembatan, atau sedang 'Teletubbies'....berpelukaaan...
Itulah fenomena konvensional seputar sosok surat undangan ngantenan yang sering terlihat bersliweran di bulan-bulan musim ngantenan (selain bulan Poso dan Suro).

Kesan konvensional bukannya boring ataw basi, sama sekali bukan. Dari segi grafis dan perencanaan pembangunan, eh.. tata letak, ada semacam revolusi signifikan dan relevan (opo sih?) dalam hal tampilan surat undangan nganten dalam lima belas tahun terakhir. Yang dulu performa infonya cuma tulisan dan sedikit gambar ukiran, kembang, atau burung doro, dengan format yang homogen...sekarang sudah banyak variasi letak, model huruf, ilustrasi dan pilihan kata. Hanya saja, tradisi surat undangan nganten masih didominasi ungkapan berbunga-bunga membuai kalbu dan gambaran negeri antah-berantah berbalut kabut tipis di suasana hening...(opo sih?). Soalnya yang tampil kok cuma kedua nganten di alam yang sunyi tiada manusia lain, lagi pula, mosok naik sepeda onthel kok si cowok pake jas lengkap dan si cewek pake kostum nganten putih. Kalo gaunnya terlilit rantai sepeda lalu...(kapiran you know?)

So, dunia menunggu penampilan surat undangan nganten dengan format segar menggelegar tapi tidak sangar walaupun mungkin gempar. Tampilan ilustrasinya bolehlah selain foto klasik melankolis berbau mistis, ataw tidak pake foto, tapi pake karikartun. Lihat contohnya tuu di atas....
Kemudian kalo menyoal produk kata-kata yang dipakai, selama ini yang banyak dipakai adalah sosok-sosok semacam ...."Merupakan kebahagiaan bagi kami apabila Bp/Ib/Sdr berkenan hadir dan memberikan doa restu bagi pernikahan putra-putri kami....". Lha, mengapa tidak mencoba taste/ rasa lain yang tak kalah sensasional seperti..."Perhelatan akbar siap digelar! Saksikan secara live, pertandingan nganten antara (Jon Koplo) vs. (Lady Cempluk), langsung di Gedung Pertemuan Daerah....", atau gaya lain seperti..."Perhatian, perhatian,...acara pernikahan (Mbak Cewek)dan (Mas Cowok)akan dimulai. Bapak-Ibu dan Saudara undangan, silakan menuju Gedung .... jam...., terima kasih". Versi lain mengatakan .... "Ikuti dan raih kesempatan spektakuler ini, dalam rangka Gebyar Ngantenan (Putra Pria)kolaborasi dengan (Putri Wanita),..Ayo sukseskan dan meriahkan bersama...."

Nah, ternyata undangan ngantenan bisa dipermak habis-habisan dan dikondisikan sesuai rasa dan selera yang 1001 oke punya. Berani coba?

Sunday, June 07, 2009

Bermain & Belajar



Nah, ini dia acara yang disenangi kaum anak gaul: jalan-jalan lewat kebun, main-main, balapan, lempar-tangkap kantong plastik isi air, sampai cepet-cepetan ngisi botol pakai air selokan...
Sudah ABG kok masih seneng main-main air alias keceh sih? Lho, mereka bermain tu bukan sekedar main, tapi belajar mengenal lingkungan, latihan kerja sama & komunikasi, and so problem solping alias mecah masalah. Itu bagian dari eskul juga lho. Jadi yang namanya eskul tidak selalu yang acaranya baris-baris, tepuk-tepuk, lari-lari, harus seragam kalau tidak trus dihukum, diteriaki (juga diakali bin dikadali)...trus disemprit-semprit. Sudah mbayar, wajib pula....(kitab suci mana yang mewajibkan??).
Jaman sudah berubah Broer, kita boleh kreatip ya toh? Mbok jangan selalu beraksi begitu-begitu saja....Boring, you know?

Manchink di Pemanchingan


Kayu kambangan/ pelampung berwarna-warni itu bergetar kecil di permukaan air. Langsung kusentak gagang pancing sedikit ke belakang. Dari dalam air, terasa ada tarikan yang membuat senar pancing menegang. Dengan agak cepat tapi mantab kugerakkan gagang pancing ke atas,...naach, itu dia ikan nila sebesar sandal ukuran 7 kena pancingku. Si ikan bergoyang dan berjoget dulu, lalu pasrah sewaktu diangkat ke pinggir kolam. Ia meronta lagi saat pancing dilepaskan dari mulutnya yang jontor. Segera kumasukkan si ikan ke jaring penampung yang terendam di kolam.
Rasa puas menyergap kalbu dan memicu napsu untuk kembali memasang secuil umpan ke mata kail, dan kuayun lagi senar pancing mengantarkan mata kail berumpan masuk ke kolam. Plung! pancing kembali menebar daya tarik bagi ikan-ikan yang doyan makan. Beberapa menit berlalu. Terasa ada denyut-denyut kecil di ujung senar berpelampung. kuangkat kailnya lagi. Ternyata kali ini umpannya habis digerogoti ikan-ikan kecil yang berkerumun dalam air.
Kupasang lagi umpan di ujung kail dan kulemparkan kailnya agak menjauh. beberapa menit kemudian kembali denyutan kecil terasa. Kutarik lagi gagang pancing, hasilnya... seekor ikan lele dumbo kena kaw!
Bagi kaum amatiran seperti aku, memancing di kolam pemancingan cukup representatif
dan melegakan. Ini tentu berlainan dengan gerombolan pemancing handal yang levelnya top markotop, yang hanya terpuaskan hasratnya memburu ikan kalau memancing di sungai atau laut. Memancing di sungai atau laut kata mereka lebih lezat dan nikmat, dibandingkan memancing di kolam pemancingan yang harga tangkapannya lebih mahal. Tetapi memancing di sungai sekarang ini lebih sulit karena kebanyakan sungai tercemar bermacam limbah, jadi ikannya juga mulai pamit, alias jarang nongol.
Sungguh menyedihken...

Tuesday, March 03, 2009

LUKIS KAOS





-->
Ternyata, nglukis di kaos oblong sungguh “mak-nyuusz”. Aku sengaja menyebut istilah “nglukis” bukannya melukis, karena “melukis” itu berkonotasi “memeluk & kiss” kata seorang temanku yang suka otak-atik kata asal kena. Nah, nglukis di kaos oblong tidak butuh basa-basi muluk-muluk, seperti penyiapan uba rampe lukis kanvas yang berkesan elitis. Aksi nglukis ini juga tidak butuh acara seremonial bertele-tele, seperti persiapan membatik yang selalu didahului pemanasan ramuan jampi-jampi batik. Alat dan bahannya juga sederhana; kuas, cat berbasis air dan yang pasti kaos oblong sebagai target operasi. Hasilnya langsung kelihatan alias what you see is what you get, tinggal nunggu kering sebentar…berez.
Nglukis di kaos oblong lumayan spontaneous, lugas, fleksibel dan demokratis. Kok gitu? Ya iya tho dong, spontan, karena kita bisa langsung beraksi pas ide-ide lagi muntub-muntub di alam pikiran. Bandingkan dengan aksi sablon kaos yang prosedurnya bertingkat-tingkat dari rancangan gambar sampai pengeringan kaos, capeee deeeh. Lugas, karena perangkat dan bahan bisa langsung dipakai tanpa perlakuan khusus yang rumit bin njlimet. Fleksibel, karena bisa dilakukan di sini, di situ, tanpa pakai teknik ruang gelap afdruk, tanpa tripod/ kaki tiga penyangga kanvas, dan bisa digelar di kaos oblong jenis apapun. Demokratis, karena siapapun bisa dengan mudah beraksi di objek kaos tanpa harus jadi ahli sablon, seniman nglukis, pegiat grafis apalagi ahli pidato (apa hubungane?).
Alat dan Bahan
Yang pasti, kalau berencana nglukis kaos, sediakan kuas lukis. Kuas yang dipakai boleh kuas gepeng atau kuas gilig, tapi jangan pakai kuas roll yang biasa dipakai ngecat tembok. Kuas lukis itu biasanya berbulu lentik, mulus, ramping dan seksi (apaan?).
Selanjutnya, harus ada cat medium yang siap dioleskan ke permukaan kaos. Pakai saja cat akrilik. Cat akrilik sungguh tangguh, handal, berani dan dapat dipercaya (lha apa Pramuka?). Cat ini berbasis air, artinya cukup diencerkan pakai air (sedikit saja, jangan seember) sebelum dioleskan ke sasaran. Meskipun berbasis air, kalau sudah mendarat di target dan mengering, ia jadi kebal air, tahan dicuci, wantek dan tak tergoyahkan. Makanya, aku pilih pakai cat akrilik yang aku beli di toko buku dan alat tulis.
Akhir-akhir ini aku coba meramu cat putih/ rubber paste & binder yang biasa dipakai untuk sablon kaos, dicampur sedikit cat akrilik sebagai pewarna. Takarannya, 4 bagian cat rubber + 1 ½ bagian larutan binder, diaduk sampai rata. Kalau ingin dicampur warna lain, tinggal ambil adonan itu sedikit dan dicampur warna akrilik yang dibutuhkan. Alasan pertama, ini perbuatan iseng dan ingin tahu saja, apa ramuan catnya bisa nempel di kaos. Kedua, ini adalah ekspedisi dalam rangka mendapat ramuan cat yang massal/ banyak, handal tapi ekonomis. Pasalnya, kalau pakai cat akrilik saja yaa…lumayan muni (mahal). Satu pack cat akrilik merek Maries 18 warna, yang tubenya sebesar jari tengah, harganya 50 ribu. Pada kenyataan yang sesuai fakta, aksi nglukis dengan cat multiwarna pasti banyak menggunakan putih sebagai pencampur warna lain. Di kalangan pegiat lukis berjam terbang ngawu-awu (tinggi sekali) stok cat warna putih biasanya paling cepat habis. Sementara tube warna-warna lain masih tampak gemuk (isinya masih banyak), tube warna putih sudah kempot keriput (bagaikan gadis usia 80 tahun). Nah, ternyata keisenganku berbuah hasil ces-plenk. Campuran cat rubber + binder + cat akrilik bisa tetap tampil mempesona di segala cuaca.
Prosedur Kerja
Sudah ngebet mau nglukis? Ayo kita c’mon. Pertama, hadirkan kaos target lukis. Boleh pakai kaos jenis TC yang mengkilap tapi sumuk, atau kaos jenis PE yang agak lembut dan agak hangat, atau favoritku nee… kaos katun yang lembut dan adem kalau dipakai. Kaus katun memang lumayan mahal dibanding jenis kaos lain, tapi paling enak dijadikan target lukis. Nah, kaos yang sudah hadir segera disisipi papan tripleks di dalamnya, supaya cat yang mendarat di permukaan kaos tidak menembus di sisi lainnya. Kalau tidak ada papan tripleks, lembaran karton/ kardus pun jadi.
Berikutnya, silakan membuat skets/ pola gambar di permukaan kaos yang akan dilukisi. Kalau kaosnya berwarna putih atau cerah, pakailah pensil 2B. Sketsnya dibuat tipis-tipis saja, tidak perlu tebal seperti mengisi lembar jawab komputer. Kalau kaos sasarannya berwarna gelap (apalagi yang gelap gulita), silakan pakai pensil warna putih, kuning atau silver. Sudah selesai sketsnya? Jangan puas dulu. Itu baru gambar sementara, kalau kena gesekan pasti hilang. Skets berfungsi sebagai pengarah agar lukisan tidak berkembang liar-merajalela-nyiprat ke mana-mana (kecuali kalau memang sengaja nglukis dengan aliran ekspresionisme yang 100% spontan merdekaaa…).
Selanjutnya, mari kita pastikan bahwa kuas dan cat kaos yang bakal tampil sudah dalam posisi stand by. Mereka perlu didampingi secangkir air bening dan kain perca alias gombal mukiyo. Air bening berguna untuk pengencer cat dan pencuci kuas, sedangkan kain perca untuk membersihkan kuas. Kain perca juga digunakan untuk mengendalikan muatan air dalam bulu kuas yang siap oles, agar tidak terlalu basah..
Nah, sekarang saat yang mendebarkan, yaitu pendaratan cat di kaos:
1. Basahi kuas pakai air bening.
2. Paparkan cat di palet atau cawan plastik, tambahkan beberapa tetes air kalau terlalu kental dan diaduk pakai kuas.
3. Mulailah mendaratkan cat di kaos dengan prioritas: warna muda/ cerah dan blok warna paling luas/ dominan lebih dulu.
4. Tunggu sebentar sampai lapisan cat pertama setengah kering, kemudian timpakan warna yang lebih gelap di bagian-bagian yang membutuhkan.
5. Untuk gambar yang lebih detil seperti garis, titik atau spot/ bercak kecil-kecil, jangan rikuh atau malu-malu untuk memakai kuas kecil-ujung runcing supaya lebih presisi. Biasanya detil gambar ditampilkan setelah blok warna cerah dan gelap tadi mulai berkurang tingkat kebasahannya. Kalau blok warna yang luas itu masih basah kuyup, penambahan detil gambar bisa jadi perbuatan sia-sia karena polesan garis, titik atau spot itu akan tenggelam/ melebur di dalamnya.
6. Setelah pendaratan cat di kaos selesai, segera jemur kaos itu sampai kering (kalau hari hujan, jangan menjemur kaos di halaman ya?)
7. Setelah catnya benar-benar kering, gambar di kaos disetrika dulu. Urutan barisannya sbb: lembar tripleks atau karton dimasukkan dalam kaos. Tutupi gambar kaos dengan kertas HVS. Nah, setrika yang panas mendarat di kertas HVS sembari menekan gambar di bawahnya.
Hasilnya?
Sebuah kaos bergambar made in awake dhewe tampil bagaikan kaos sablon produksi distro. Silakan dipakai ngeceng sampai puas kemudian dicuci. Buktikan gambarnya tidak akan melarikan diri. Just try lah!

Saturday, February 28, 2009

Oyee-Ihiiir 'tu Apa?

Met datang di pekaranganku...
Monggo lho, silakan duduk-duduk santai-santai sambil menikmati hal dan hil seadanya. Yang ada ya dinikmati, yang tidak ada yaa... diadakan menurut kreasi, imajinasi dan persepsi masing-masing.

"Oyee" adalah sapaan dan respon hangat yang berafiliasi bin berkonotasi segaaar dengan "It's OK...It's alright...Just pretty good... fine". Efek lanjut dari respon ini (bisa jadi) adalah ekspresi "Yes.. Yess... Yesss....". Hopefully it brings positive energy to you all.
"Ihiiir..." adalah ungkapan menggelitik yang maknanya "Hi...(dibaca"haaii"), cihuuiy.., asyik chink..., asyoooiii Pakdhe...".
Oyee-ihiiir adalah pancaran sikap-tindak-kata (atau cara Jawane= ulat-ulah-ucap) yang membawa pesan ramah, tenang, friendly, bersahabat, semanak, yang diramu dengan ekspresi cerah, meriah, sumringah, serta ceria dan jenaka.

Oyee-Ihiiir diproklamasikan dengan harapan tercipta pun... eh, terciptakan... eh, terciptanya suatu wahana komunikasi, impormasi (maap, lagi sulit ngetik "informasi"), atensi (walaupun bukan curhatisasi) kalau bisa se x gus (sekaligus) ajang promosi, aksi ekonomi dan transaksi antara para sohib, teman, relasi, kerabat, sedulur, kenalan, konsumen, rekanan, pengunjung, turis, visitor, maupun penggemar & fans dengan diriku hamba bersahaja ini.Pokok singkatnya, blog Oyee-Ihiir ini dilandasi filosofi hangatnya komunikasi selaras dengan motip ekonomi.

Begitulah, so...Oyee? Ihiiir...

Ujian Nasional Kok Seram?

Pas tulisan ini digelar, banyak pawiyatan madya (maqzudnya sekolah menengah, istilahku sendiri) sedang repot menyongsong Ujiyan Nasiyonal yang akan melanda atau mewabah dua bulan lagi. Mereka mengeluarkan berbagai jurus sembari pasang kuda-kuda, dengan target seragam "mensuksesken daripada ujiyan nasiyonal agar semangkin dapet meningkatken mutu pendidikan". Ada pengelola (atau penguasa?) sekolah yang menggelonggong siswanya dengan ratusan soal peninggalan ujiyan djaman kemarin, ada yang "outsourcing" menyewa tukang bimbingan belajar merangkap tukang dorong motivasi, ada yang mengkarantina siswanya di sekolah pada malam Minggu yang syahdu, dan tidak lupa diberi asupan doa-doa, mantra-mantra, jampi-jampi demi suksesnya si Ujiyan Nasiyonal.

Kalangan murid dan orang tuanya pun tak mau ketinggalan bergegap-gempita dan berheboh ria menunggu datangnya Ujiyan Nasiyonal itu. Ada yang berburu soal-soal veteran yang dianggap mirip-mirip tampilan soal ujiyan, ada yang melanglang buaya, eh... melanglang buana ke sanggar bimbingan tes, ada yang deg-degan melihat hasil try out, dan ada yang minum es degan.... supaya tenang, mungkin.

Ujiyan Nasiyonal kok direspon hingar-bingar seperti ada wabah kolera di kampung kita? Alasan terdekat adalah karena banyak orang/ pihak takut gagal, dalam bentuk tidak lulus ujiman atau dianugerahi nilai rendah. Kok gitu sih? Mana yang lebih menakutkan, gagal ujiyan atau gagal bercinta? Lhoo...
Kalo sampeyan gagal ujiyan, lha masih ada segerombol pilihan tho. Pertama, mengulang lagi belajar satu tahun sambil menunggu ujian serupa di tahun berikutnya. Nikmati saja waktu satu tahun itu untuk 3B: belajar, bekerja, bercinta. Pilihan kedua, ikuti program kejar paket yang cuma sebentar- sekedip mata, terus maju ujian lagi. Lha status tanda lulusnya khan diakui sama-sederajat-sepenanggungan dengan sertifikat sekolah normal, ya toh? Pilihan ketiga, berhenti dari sekolah normal yang kadang-kadang malah 'tidak normal'. ketidaknormalan sekolah di antaranya, menggelonggong aneka warna informasi (dalihnya ilmu/ pelajaran wajib) ke kepala siswa dengan metode yang begitu-begitu saja, tapi tidak nyambung dengan dunia nyata yang dihadapi anak manusia. Belajar sih tetap jalan (karena memang itu hakekat jadi sosok manusia), tapi tidak harus di sekolah normal yang tidak normal khan? Bisa saja belajar dari tempat kursus ketrampilan, bengkel, kebun, kamp peternakan, pasar, pabrik, di manaaa saja bisa dipakai wahana belajar, di dunia nyata. Dijamin hasilnya langsung mujarab, realistis dan tidak mengada-ada. Percayalah, para penemu besar dalam peradaban manusia seperti Thomas Edison, Marconi, Henry Ford, Graham Bell yang sudah menetaskan telpon, radio, mobil, lampu listrik, pemutar rekaman musik, dan barang-barang ajaib lainnya, ternyata bukan tipe "Si Doel Anak Sekolahan" atau Macan Kampus atau Pelajar Teladan. Mereka adalah orang-orang iseng yang sok usil dan rajin di luar sekolah!

Jadi kenapa takut dengan mahluk yang bernama Ujiyan Nasiyonal? Ia bagaikan monster bongkok-kerdil yang berjalan membelakangi obor. Banyak orang terkesima dan tercekam melihat bayangannya yang tampak besar menyeramkan, tetapi ketika ia benar-benar tampil di depan mata, sosoknya hanya pendek-kecil menggelikan. Lha cuma begitu saja kok nggegirisi?
So, ujiyan nasiyonal disambut sewajarnya saja, bagaikan tetangga yang datang berkunjung ke rumah. Oyee? Ihiiir...