Pas tulisan ini digelar, banyak pawiyatan madya (maqzudnya sekolah menengah, istilahku sendiri) sedang repot menyongsong Ujiyan Nasiyonal yang akan melanda atau mewabah dua bulan lagi. Mereka mengeluarkan berbagai jurus sembari pasang kuda-kuda, dengan target seragam "mensuksesken daripada ujiyan nasiyonal agar semangkin dapet meningkatken mutu pendidikan". Ada pengelola (atau penguasa?) sekolah yang menggelonggong siswanya dengan ratusan soal peninggalan ujiyan djaman kemarin, ada yang "outsourcing" menyewa tukang bimbingan belajar merangkap tukang dorong motivasi, ada yang mengkarantina siswanya di sekolah pada malam Minggu yang syahdu, dan tidak lupa diberi asupan doa-doa, mantra-mantra, jampi-jampi demi suksesnya si Ujiyan Nasiyonal.
Kalangan murid dan orang tuanya pun tak mau ketinggalan bergegap-gempita dan berheboh ria menunggu datangnya Ujiyan Nasiyonal itu. Ada yang berburu soal-soal veteran yang dianggap mirip-mirip tampilan soal ujiyan, ada yang melanglang buaya, eh... melanglang buana ke sanggar bimbingan tes, ada yang deg-degan melihat hasil try out, dan ada yang minum es degan.... supaya tenang, mungkin.
Ujiyan Nasiyonal kok direspon hingar-bingar seperti ada wabah kolera di kampung kita? Alasan terdekat adalah karena banyak orang/ pihak takut gagal, dalam bentuk tidak lulus ujiman atau dianugerahi nilai rendah. Kok gitu sih? Mana yang lebih menakutkan, gagal ujiyan atau gagal bercinta? Lhoo...
Kalo sampeyan gagal ujiyan, lha masih ada segerombol pilihan tho. Pertama, mengulang lagi belajar satu tahun sambil menunggu ujian serupa di tahun berikutnya. Nikmati saja waktu satu tahun itu untuk 3B: belajar, bekerja, bercinta. Pilihan kedua, ikuti program kejar paket yang cuma sebentar- sekedip mata, terus maju ujian lagi. Lha status tanda lulusnya khan diakui sama-sederajat-sepenanggungan dengan sertifikat sekolah normal, ya toh? Pilihan ketiga, berhenti dari sekolah normal yang kadang-kadang malah 'tidak normal'. ketidaknormalan sekolah di antaranya, menggelonggong aneka warna informasi (dalihnya ilmu/ pelajaran wajib) ke kepala siswa dengan metode yang begitu-begitu saja, tapi tidak nyambung dengan dunia nyata yang dihadapi anak manusia. Belajar sih tetap jalan (karena memang itu hakekat jadi sosok manusia), tapi tidak harus di sekolah normal yang tidak normal khan? Bisa saja belajar dari tempat kursus ketrampilan, bengkel, kebun, kamp peternakan, pasar, pabrik, di manaaa saja bisa dipakai wahana belajar, di dunia nyata. Dijamin hasilnya langsung mujarab, realistis dan tidak mengada-ada. Percayalah, para penemu besar dalam peradaban manusia seperti Thomas Edison, Marconi, Henry Ford, Graham Bell yang sudah menetaskan telpon, radio, mobil, lampu listrik, pemutar rekaman musik, dan barang-barang ajaib lainnya, ternyata bukan tipe "Si Doel Anak Sekolahan" atau Macan Kampus atau Pelajar Teladan. Mereka adalah orang-orang iseng yang sok usil dan rajin di luar sekolah!
Jadi kenapa takut dengan mahluk yang bernama Ujiyan Nasiyonal? Ia bagaikan monster bongkok-kerdil yang berjalan membelakangi obor. Banyak orang terkesima dan tercekam melihat bayangannya yang tampak besar menyeramkan, tetapi ketika ia benar-benar tampil di depan mata, sosoknya hanya pendek-kecil menggelikan. Lha cuma begitu saja kok nggegirisi?
So, ujiyan nasiyonal disambut sewajarnya saja, bagaikan tetangga yang datang berkunjung ke rumah. Oyee? Ihiiir...
Saturday, February 28, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment