Friday, June 12, 2009

Undangan Nganten



Sebungkus barang cetak mendarat di meja kerja merangkap meja ngelamunku. Di lapisan terluar adalah plastik transparan yang satu sisinya berperekat, tempat masuk-keluarnya isi bungkusan. Di lapisan berikutnya adalah kertas tebal yang beraksesori pita merah dihias muter-muter seperti hiasan kado. Tampilan kertas tebalnya cerah dengan ornamen ukiran gemerlap, dan inisial dua huruf yang distilir lenggak-lenggok. Di bagian tengah agak bawah ada stiker putih yang ditulisi (lebih tepat diketiki) nama dan alamat ala kadarnya... Ya itu dia tampilan awal seekor undangan proyek ngantenan.

Kalo surat undangan itu dibuka (itu juga kalo lagi mau; kalo lagi males ya nanti sajalah.. kadang-kadang dari lapisan luarnya saja sudah nampak tanggal pertandingan, eh.. tanggal acaranya), maka di halaman dalam termuat: siapa anaknya siapa, sedang berjodoh-ria dengan siapa anaknya siapa. Dengan ungkapan berbunga-bunga diumumkan: kapan dan di mana pergelaran ngantenan akan digelindingkan. Yang paling dapat fokus perhatian orang adalah hari-tanggal dan JAM MAIN (soalnya kalo terlambat datang, apalagi di luar jam main ngantenan, risikonya piring-sedok dan segala instrumen-logistik makan sudah diangkut..bubar!). Informasi tambahan yang biasa tampil adalah kutipan ayat suci dan diakhiri wacana ... turut mengandung, eh, turut mengundang: siapa dan siapa..Trus, ilustrasi penyedot perhatian lain adalah foto pemeran utama nganten (berdua)sedang duduk di bawah pohon, atau duduk di kursi antik, atau jalan-gandengan di perkebunan, atau naik sepeda onthel, atau nongkrong di jembatan, atau sedang 'Teletubbies'....berpelukaaan...
Itulah fenomena konvensional seputar sosok surat undangan ngantenan yang sering terlihat bersliweran di bulan-bulan musim ngantenan (selain bulan Poso dan Suro).

Kesan konvensional bukannya boring ataw basi, sama sekali bukan. Dari segi grafis dan perencanaan pembangunan, eh.. tata letak, ada semacam revolusi signifikan dan relevan (opo sih?) dalam hal tampilan surat undangan nganten dalam lima belas tahun terakhir. Yang dulu performa infonya cuma tulisan dan sedikit gambar ukiran, kembang, atau burung doro, dengan format yang homogen...sekarang sudah banyak variasi letak, model huruf, ilustrasi dan pilihan kata. Hanya saja, tradisi surat undangan nganten masih didominasi ungkapan berbunga-bunga membuai kalbu dan gambaran negeri antah-berantah berbalut kabut tipis di suasana hening...(opo sih?). Soalnya yang tampil kok cuma kedua nganten di alam yang sunyi tiada manusia lain, lagi pula, mosok naik sepeda onthel kok si cowok pake jas lengkap dan si cewek pake kostum nganten putih. Kalo gaunnya terlilit rantai sepeda lalu...(kapiran you know?)

So, dunia menunggu penampilan surat undangan nganten dengan format segar menggelegar tapi tidak sangar walaupun mungkin gempar. Tampilan ilustrasinya bolehlah selain foto klasik melankolis berbau mistis, ataw tidak pake foto, tapi pake karikartun. Lihat contohnya tuu di atas....
Kemudian kalo menyoal produk kata-kata yang dipakai, selama ini yang banyak dipakai adalah sosok-sosok semacam ...."Merupakan kebahagiaan bagi kami apabila Bp/Ib/Sdr berkenan hadir dan memberikan doa restu bagi pernikahan putra-putri kami....". Lha, mengapa tidak mencoba taste/ rasa lain yang tak kalah sensasional seperti..."Perhelatan akbar siap digelar! Saksikan secara live, pertandingan nganten antara (Jon Koplo) vs. (Lady Cempluk), langsung di Gedung Pertemuan Daerah....", atau gaya lain seperti..."Perhatian, perhatian,...acara pernikahan (Mbak Cewek)dan (Mas Cowok)akan dimulai. Bapak-Ibu dan Saudara undangan, silakan menuju Gedung .... jam...., terima kasih". Versi lain mengatakan .... "Ikuti dan raih kesempatan spektakuler ini, dalam rangka Gebyar Ngantenan (Putra Pria)kolaborasi dengan (Putri Wanita),..Ayo sukseskan dan meriahkan bersama...."

Nah, ternyata undangan ngantenan bisa dipermak habis-habisan dan dikondisikan sesuai rasa dan selera yang 1001 oke punya. Berani coba?

Sunday, June 07, 2009

Bermain & Belajar



Nah, ini dia acara yang disenangi kaum anak gaul: jalan-jalan lewat kebun, main-main, balapan, lempar-tangkap kantong plastik isi air, sampai cepet-cepetan ngisi botol pakai air selokan...
Sudah ABG kok masih seneng main-main air alias keceh sih? Lho, mereka bermain tu bukan sekedar main, tapi belajar mengenal lingkungan, latihan kerja sama & komunikasi, and so problem solping alias mecah masalah. Itu bagian dari eskul juga lho. Jadi yang namanya eskul tidak selalu yang acaranya baris-baris, tepuk-tepuk, lari-lari, harus seragam kalau tidak trus dihukum, diteriaki (juga diakali bin dikadali)...trus disemprit-semprit. Sudah mbayar, wajib pula....(kitab suci mana yang mewajibkan??).
Jaman sudah berubah Broer, kita boleh kreatip ya toh? Mbok jangan selalu beraksi begitu-begitu saja....Boring, you know?

Manchink di Pemanchingan


Kayu kambangan/ pelampung berwarna-warni itu bergetar kecil di permukaan air. Langsung kusentak gagang pancing sedikit ke belakang. Dari dalam air, terasa ada tarikan yang membuat senar pancing menegang. Dengan agak cepat tapi mantab kugerakkan gagang pancing ke atas,...naach, itu dia ikan nila sebesar sandal ukuran 7 kena pancingku. Si ikan bergoyang dan berjoget dulu, lalu pasrah sewaktu diangkat ke pinggir kolam. Ia meronta lagi saat pancing dilepaskan dari mulutnya yang jontor. Segera kumasukkan si ikan ke jaring penampung yang terendam di kolam.
Rasa puas menyergap kalbu dan memicu napsu untuk kembali memasang secuil umpan ke mata kail, dan kuayun lagi senar pancing mengantarkan mata kail berumpan masuk ke kolam. Plung! pancing kembali menebar daya tarik bagi ikan-ikan yang doyan makan. Beberapa menit berlalu. Terasa ada denyut-denyut kecil di ujung senar berpelampung. kuangkat kailnya lagi. Ternyata kali ini umpannya habis digerogoti ikan-ikan kecil yang berkerumun dalam air.
Kupasang lagi umpan di ujung kail dan kulemparkan kailnya agak menjauh. beberapa menit kemudian kembali denyutan kecil terasa. Kutarik lagi gagang pancing, hasilnya... seekor ikan lele dumbo kena kaw!
Bagi kaum amatiran seperti aku, memancing di kolam pemancingan cukup representatif
dan melegakan. Ini tentu berlainan dengan gerombolan pemancing handal yang levelnya top markotop, yang hanya terpuaskan hasratnya memburu ikan kalau memancing di sungai atau laut. Memancing di sungai atau laut kata mereka lebih lezat dan nikmat, dibandingkan memancing di kolam pemancingan yang harga tangkapannya lebih mahal. Tetapi memancing di sungai sekarang ini lebih sulit karena kebanyakan sungai tercemar bermacam limbah, jadi ikannya juga mulai pamit, alias jarang nongol.
Sungguh menyedihken...