Monday, December 05, 2011


PRAJURIT (Prasojo, Jujur, Irit)

Belum lama berselang Pak Adi Andoyo, mantan hakim agung di kala Orde Baru, menulis artikel di koran Kompas. Pak Adi memunculkan satu akronim yang kemudian mendapat tanggapan lumayan ramai di kalangan penikmat Kompas, termasuk Kang Dwi Koen yang tiap hari Minggu menghasilkan karikartun Panji Koming di koran yang sama. Akronim tersebut adalah "Prajurit", yang artinya prasojo, jujur dan irit, sebagai alternatif pedoman sikap/ perilaku para pejabat publik di negeri ini agar tidak terlarut dalam budaya korup yang sudah sangat merajalela, akut dan menggurita di negeri ini.

Bukan karena kebetulan akronim itu memakai kata yang sama dengan namaku, pemilik blog Oyee-Ihiiir yang spesial ini, aku tertarik menyuarakan dan mengelaborasi gagasan Pak Adi tersebut. Pada prinsipnya aku setuju; bahwa siapapun yang terlibat dalam pengelolaan negeri ini, entah kalangan birokrat pemerintah, oknum semi pemerintah, ataupun insan "luar pagar" alias insan swasta perlu memiliki karakter prajurit--- prasojo, jujur dan irit. Karakter ini pula yang dimiliki oleh seorang Mahatma Gandhi, sang pencerah dan pemerdeka India.

Prasojo, berarti karakter sederhana, tidak berlebihan, non-excessive/ exaggerated, mungkin juga tidak neko-neko berorientasi pada akumulasi aset kebendaan, dan tidak berpola pikir rumit-ruwet-complicated dalam mengakses, mengakuisisi dan mengeksploitasi material things. Karakter sederhana bukan berarti menghindari benda, tidak butuh modernitas, atau cenderung konservatif dan kuno. Sederhana dalam hal ini adalah pola pikir yang mengarah pada efisiensi dan efektifitas, tidak menggunakan sumber-sumber yang terlalu banyak menimbulkan residu, dan sisa yang tidak diperlukan (dan mungkin justru menimbulkan masalah bagi lingkungan, yaitu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial).

Jujur, berarti menempatkan kebenaran sebagai nilai utama. Dalam karakter ini tersirat keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas (tiga kata yang sering menjadi pedoman tata kelola di jaman reformasi). Walaupun sering diungkapkan di banyak arena dan suasana, dan menjadi kata kunci pelaksanaan administrasi pemerintah, implementasinya tidak mudah dan gamblang. Bahkan dalam banyak hal, jujur menjadi entitas nilai yang langka. Di masa sekarang, ketika banyak manusia terjebak dan berkubang dalam hedonisme yang tampaknya mendarah daging, memegang nilai jujur bisa jadi dirasa membawa risiko-risiko yang tidak menguntungkan individu. Karena itu, nilai jujur ini sering direduksi/ dikebiri (bahkan menuju ke eliminasi) dalam praktik hidup sehari-hari. Parahnya, reduksi nilai jujur ini sudah berlangsung sejak fase awal hidup manusia Indonesia, ketika kebanyakan mereka masih di pendidikan (formal) dasar. Keuntungan sesaat membutakan pandangan ke depan tentang pentingnya hidup yang lebih baik dan sejahtera, bukan cuma bagi diri sendiri melainkan bagi semuanya.

Irit adalah segmen karakter yang sungguh berintegrasi dan larut dengan nilai prasojo. Irit pun berimplikasi pada perilaku hidup yang tidak berlebihan, tidak boros, dan menghindari kesia-siaan pemanfaatan sumber-sumber di lingkungan hidup manusia. Efisiensi dan efektifitas, sekali lagi menjadi kata kuncinya. Perilaku yang didasari nilai irit juga berimplikasi pada kerelaan untuk berhemat dan berbagi, menghindari godaan untuk mengakuisisi material things secara bernapsu hanya untuk memuaskan individu itu sendiri. Irit bukanlah pelit, tetapi menggunakan sumber-sumber seperlunya secara tepat, dan melestarikannya agar dapat dimanfaatkan oleh sesama yang lain (perilaku berbagi).

Begitulah, karakter prajurit yang kiranya perlu dimiliki siapapun yang punya peran mengelola negeri ini, baik manusia birokrat, manusia setengah birokrat maupun manusia swasta. Terminologi mengelola negeri bukan hanya monopoli mereka yang berada di lingkar dalam pemerintahan, karena siapapun yang merasa sebagai anggota bangsa-negara ini seharusnya tidak berpola pikir dan berpola tindak sebagai individu yang (kalau bisa) mengeksploitasi, mengelaborasi dan menyedot manfaat sumber-sumber hayat yang ada secara berlebih, sembrono dan penuh nafsu, hanya untuk kenikmatan diri sekarang sembari mengabaikan kepentingan dan kebaikan hidup sesama di waktu ini dan mendatang.

No comments: