Tuesday, December 13, 2011

KEMUNDURAN ADAB

Hari-hari ini tampak nyata bahwa kita sebagai bangsa mengalami kemunduran di segenap segi kehidupan. Bukti tidak sulit ditemukan, bahkan di sekitar kita pun ada. Dari masalah keteraturan (administrasi) bernegara, tatanan sosial, hidup beragama, sampai hal-hal yang sepele seperti urusan membuang limbah dan perilaku membuang ludah. Masalah (administrasi) bernegara tak usahlah diperdebatkan di halaman ini, karena sudah terlalu banyak orang pinter (atau pura-pura pinter) yang membahas, di tivi, di koran, di ruang seminar, di kantor-kantor, di mana pun. Soal hidup beragama, ada yang mengatakan bahwa situasi hidup beragama di negeri ini, sekarang ini, malah seperti situasi di Eropa abad pertengahan (masa jayanya Robin Hood dan saat hebohnya perburuan orang-orang yang dituduh penyihir). Serba konservatif, zakleg dan kadang-kadang menentukan kebenaran dari (cara pandang) mereka sendiri. Itulah mengapa beberapa kali terjadi kericuhan yang muspro hanya karena persepsi hidup beragama yang "maunya bener sendiri".

Bukan cuma masalah besar bombastis yang membuat perasaan miris, perkara sederhana di sekitar kita pun langsung memicu pikiran kritis. Mari kita comot satu kasus untuk ditampilkan di lembar ekspresi ini; kebiasaan membuang bangkai tikus di jalan. Ini dia urusan sepele yang berdampak tidak sederhana. Entah dari ajaran mana kebiasaan ini muncul. Sebelum tahun 2000an, jalan-jalan beraspal di kampung-kampung kita tidak pernah mendapat kiriman bangkai tikus (terutama) di pagi hari. Limbah daun, plastik, kertas dan kadang-kadang telethong kuda atau anjing memang sempat menjadi aksesoris jalanan, tapi itu tampilan minor yang tidak sangat mengganggu pemandangan. Dan selalu mudah untuk dibersihkan oleh pasukan penyapu handal dari Dinas PU atau DTK. Nah, perkara bangkai tikus di jalan ini yang ganjil. Dulu rakyat kita tidak punya kebiasaan membuang bangkai tikus di jalan, tapi mengapa adegan seolah-olah ada tikus menjadi korban tabrak lari terjadi tiap hari?

Pada awalnya sempat ada dugaan bahwa tikus yang lari menyeberang jalan sedang bernasib sial, dan tertabrak motor yang lewat. Tetapi dengan makin sering ditemukan tikus yang sial di jalanan, timbul pertanyaan apakah mereka benar-benar secara massal bernasib sial ketika menyeberang jalan????? Ternyata, yang lebih sering terjadi adalah bahwa tikus-tikus itu sudah wafat sebelumnya, terutama karena memakan pestisida, dan kemudian jenasahnya diposting di jalanan dengan penuh dendam yang geram oleh pengirimnya. Tinggal menunggu kendaraan lewat untuk melindas dan menggilingnya....selesailah sosok tikus yang sebelumnya gilig menjadi gepeng. Selesaikah masalahnya? Ternyata tidak juga. Masalah-masalah baru muncul makin menyebalkan, bagi orang mau berpikir wajar dan waras. Coba dilihat, apa sih bagusnya pemandangan sosok tikus yang perut terbuka dan ususnya terburai tak karuan? Apa sih enaknya bau bangkai tikus yang berantakan semacam itu, selain amis, busuk dan memuakkan. Belum lagi risiko sepeda (motor) tergelincir karena melindas bangkai tikus yang licin. Nah, dengan membandingkan keadaan dua dekade lalu dengan sekarang, kita dapat mengatakan bahwa telah terjadi kemunduran adab di kalangan masyarakat kita.

Kasus lain dapat ditampilkan di halaman ini, dan ini sangat sering dilakukan orang yang abai terhadap kesehatan, yaitu kebiasaan meludah di sembarang tempat. Sekali lagi, tampaknya sepele saja kalau hanya membuang air ludah yang volumenya paling besar sesendok teh. tetapi bukan sesederhana itu masalahnya, dan bukan hanya seremeh itu akibatnya. Pertama, meludah sembarangan menunjukkan perilaku primitif dan kurang beretika/ sopan. Kedua, akibat ludah yang ditembakkan di sembarang tempat itu menjadikan halaman, jalan, trotoar dan tempat publik lain menjadi kotor menjijikkan. Ketiga, risiko penyebaran penyakit menular melalui udara dan perantara serangga lalat misalnya. Nah, dengan memahami akibat-akibat ikutan tersebut, pantaskah orang disebut sebagai bagian dari masyarakat modern kalau masih membawa perilaku purba meludah di sembarang tempat? Mengapa di masa serba computerized dan hi-tech sekarang ini masih saja ditemui orang-orang dengan kebiasaan biadab seperti itu?

Lalu di mana sebenarnya cikal bakal kemunduran adab masyarakat kita di dunia modern sekarang ini? Apakah ini berawal dari pengabaian pembangunan budaya? Ataukah karena dunia pendidikan kita yang makin menjauh dari nilai-nilai hidup nyata dan hanya berkutat di urusan hafalan kognitif yang kurang membumi? Ataukah ini memang pertanda zaman yang menuju ke degradasi hidup yang bermutu menuju hidup yang ancur-ancuran? Ngeri lho!

No comments: