Wednesday, February 24, 2016

NADZAR WALK UGM - KOTAGEDE






 




















Si anak semata wayang lolos SBMPTN.  Dia diterima jadi murid Pertanian UGM.  Alhamdulillah, puji Tuhan untuk doa yang terkabul.  Selain ikut nimbrung menyiapkan ubo rampe persiapan sekolah kampus (melengkapi syarat administrasi, membayar UKT, mencari rumah kos), ada satu urusan yang perlu digenapi: menggelar aksi jalan kaki dari UGM Bulaksumur sampai Masjid Mataram di Kotagede sebagai bentuk nadzar pribadi atas suksesnya si anak semata wayang.  Dan dari sinilah cerita perjalanan kaki ini berawal.
Sabtu di awal September  yang puncak kemarau, awak bersiap di lapangan depan Gedung GSP, ikon mentereng sekolah UGM.  Jam 9.30, pagi yang sangat cerah dan hangat (atau malah agak silau dan panas) sebenarnya waktu yang agak telat untuk mengawali aksi jalan kaki itu.  Rencana aslinya adalah meluncur sekitar jam 8 sebelum udara menghangat dan menyilau.  Walau meleset start time, karena sudah diniati ya oke sajalah pokoknya acara terlaksana.
Sendirian, awak memulai langkah dari latar depan Gedung GSP ke arah gerbang utama.  Dari Bunderan UGM, belok kiri sampai SPBU kemudian awak menyeberang ke arah selatan.  Setelah menyeberang Jalan Sudirman, terus lanjut melewati UKDW sampai ke pinggir stasiun Lempuyangan (bawah jalan layang).  Berhenti sebentar sambil nonton kereta lewat.  Jalan lagi lurus ke selatan sampai Jalan Sultan Agung, belok kiri ke arah timur sekitar 300 meter, awak menyeberang ke kanan dan masuk Jalan Batikan.  
Jl Batikan..sepi pejalan

Ternyata Jalan Batikan secara original adalah jalan kecil bersebelahan selokan besar.  Di atas sepanjang selokan itu kemudian dibangun jalan baru sehingga lebih lebar.  Ini dia track lurus paling panjang selama aksi jalan kaki sendirian di siang yang terik. Kurang lebih 2 kilometer di Jalan Batikan, hanya segelintir pejalan kaki yang awak temui.  Mungkin terlihat aneh jadinya, berjalan sendirian di situ. 
Sehabis Jalan Batikan, beloklah awak ke kiri di Jalan Sugiyono dan terus sampai XT Square.  Setelah menyeberang di bangjo XT, lanjut ke Jalan Pramuka sampai Jalan Gambiran (atau Jalan Imogiri ya?).  Berikutnya lewat Jalan Tegalgendu yang ngetop dengan Sekar Kedaton Resto yang sungguh gede dan klasik.  

Setelah menyeberang jembatan yang tiang-tiang lampunya klasik, tampillah Jalan Mondorokan yang sungguh kondang dengan bangunan-bangunan kawak era kolonial misalnya seperti rumah kuno (tapi bukan purba) yang wajahnya sering tampil di Google image.
Kuno tapi kondang ..

Tepat saat adzan Dzuhur sampailah awak di pojok Pasar Kotagede yang berikon gardu listrik zaman Belanda bercokol ria di tanah Mataram.  Gerak kaki lebih santai karena target sudah dekat, dan 3 menit kemudian sampailah awak di Masjid Mataram.  Perjalanan nadzar berjarak sekitar 9 kilometer selesai ditempuh selama 2 ½ jam.  
 
Saat itu masjidnya sedang dipugar sehingga pengunjung dan pelaku ibadah hanya bisa mendarat di serambi depan.  Walau bagian inti masjid dibongkar total dengan atap terbuka menganga, rasa khidmat dan sakral tetap terasa ketika orang berteduh di serambinya. 
Ini teplok kawak, tapi sudah dimodif lampunya
 
Setelah bersembahyang, berdoa dan bersyukur untuk kabul hajatnya, awak beranjak untuk persiapan cabut-balik.  Secara iseng awak bertanya seorang penjual pecel/ snack goreng di depan Masjid Mataram, mengapa warung es Sido Semi yang melegenda dengan bakso dan es kacang ijo jadul tiada tara itu tutup terus (bukan cuma di hari Selasa sesuai slogannya “Yen Selo So’ tutup”).   Ternyata, warung kawak itu memang tutup permanen, tepatnya bubar jalan karena konflik keluarga.  Sungguh sayang bin sayang, warung lawas yang ngetopnya sampai masuk laman wisata Jogja, dan sudah diulas segenap bloggerwan-bloggerwati dengan penuh antusias itu harus masuk garis finish dengan tragis.  Dan yang membuat awak menyesal adalah karena belum kesampaian hasrat menyeruput limun sarsaparilla dan mengakuisisi botolnya yang antik tak terkira, yang cuma ada di warung itu. 
Tapi berikutnya ibu penjual pecel membawa info penghiburan, bahwa pascakonflik keluarga Sido Semi, seorang anggota keluarga meneruskan produksi dan penjualan bakso kupat berhias tomat (resep original Sido Semi) di dekat Masjid Perak Kotagede.  Masjid yang bangunannya klasik pula itu terletak di sebelah SMK Muhammadiyah 4.  Setelah mengucap matur nuwun, awak melanjut jalan. 
Ini bakso kelanjutan dari riwayat Ys Sido Semi

Rasa penasaran muncul kembali untuk memburu si bakso kupat.  Ternyata memang tidak sulit menemukan lapak bakso dan es kacang ijo itu, karena pangkalannya di sebelah Masjid Perak memang the one and only, satu-satunya di pelataran situ.  Semangkok bakso kupat dengan irisan tomat awak habisi dengan khidmat wal nikmat.  Sempat ditawari untuk mencoba es kacang ijo, awak berucap lain kali saja (awak akan kembali menyambangi kuliner kerakyatan ini). 
K i  p o ?? (Iki opo)
 
Kembali lewat Jalan Mondorakan, awak sempatkan beli kudapan khas Kotagede yaitu kipo.  Snack lokal ini dibuat dari adonan tepung ketan berisi parutan kelapa yang merjer dengan gula jawa.  Kipo berasal dari pertanyaan “Iki opo?”.  Mungkin, pada awalnya dulu spesies makanan ini hanya hasil keisengan kreatornya yang kemudian dijual di pasar dan mendapat atensi dari orang-orang sekitar.
Dari Mondorakan, perjalanan berlanjut tanpa jalan kaki lagi.  Bus TransJogja membawa awak ke arah Stasiun Tugu (transit di Terminal Giwangan dan Jalan Sudirman).  Sambil menunggu kemunculan kereta Prameks tujuan Solo, awak bersantai di ujung utara Jalan Malioboro.   
 
Tempat ini selalu merangsang narsis
Spot ini jadi arena foto diri gerombolan pengunjung, terutama di tiang tengah jalan dengan papan bertulis “Jl. Malioboro”.  

Di seberangnya, trotoar lebar yang dulu longgar untuk berjalan kaki dan duduk manis di bawah pepohonan, bahkan bisa untuk tidur-tiduran sampai tertidur benar, kini dipadati populasi sepeda motor aneka rupa.  Sederet andong wisata tampak sedang menanti penumpang potensial.  Sementara itu, satu tampilan yang juga menyedot perhatian awak adalah sebuah toko kerajinan dan batik dengan aksesoris muka patung kuartet punakawan.   

Toko  itu berjudul Pasar Seni Nadzar.  Kok pas dengan acara awak hari itu.  Yeah, ada-ada saja.

No comments: