Yang tampil berikut ni bukan adegan pemandangan di Florida Amrik atau Amazon Brazil. Ini cuma tampilan nuansa pagi yang cerah di Senjoyo, Tengaran, Semarang kabupaten (bukan yang kota).
Tulisan De Sendjojo itu bunyi lokalnya Senjoyo, yang merujuk pada suatu lembah hijau dengan tumbuh-tumbuhan besar seperti beringin, bulu (memang namanya pohon bulu, bukan besarnya sehelai bulu), johar, sengon,dan macam-macam tumbuhan perdu yang nongol subur di sekitar puluhan (atau ratusan?) titik mata air yang menyeruak di sana-sini. Nama Senjoyo bisa jadi berkaitan dengan Dinasti Sanjaya dari masa kerajaan Mataram Hindu. Sangkut paut bin kaitan ini dicurigai ada, karena di lokasi itu ada bekas struktur candi yang bentuk dan ukurannya (diperkirakan) mirip dengan kluster candi Gedong Songo atau gerombolan candi di plato Dieng. Sayangnya, mantan candi yang ada di Senjoyo tinggal struktur dasarnya, dari fondasi naik beberapa puluh sentimeter saja petak-petaknya. Sedangkan badan candi, struktur atas dan pernik-pernik ornamen di permukaan (termasuk arca mungkin) sudah nggeblass... hilang, mungkin dicuri, dijual, dijarah atau dipakai orang yang doyan. Sudah begitu, nampaknya pemerintah lokal kabupaten juga lumayan cuek 'EGP' terhadap nasib situs berhistoris ini. Jadi lengkaplah nasib merananya Senjoyo.
Padahal, mari bareng-bareng (atau sendiri-sendiri) kita melihat betapa khidmat, syahdu, mendayu-ndayu tapi seger-bugernya suasana di Senjoyo. Air jernih mengalir di sana-sini, terus mengalirnya sampai jauh.... ke sungai, ke sawah, juga ke rumah-rumah orang-orang Salatiga dan sekitarnya (lewat pipa air minum). Jadi kalau dihitung serampangan saja, ada ratusan ribu orang yang hidupnya bergantung kepada nongolnya air dari Senjoyo. Selain lakonnya air jernih, tampil juga pemandangan hijau yang nikmat dan menyejukkan mata dan rasa. Karena itu tiap saat tampillah orang-orang santai-santai, leyeh-leyeh, duduk-duduk, mojok-mojok, asyik-asyik, gembira-gembira, sampai yang ngantuk-ngantuk dilanda angin sepoi-sepoi campur suara gemericik dan gemerecek air bening yang mengalir tiada banjir... Eh, ada lagi yang lagi cuci-cuci, berenang-renang, mandi-mandi... (mungkin juga ngintip-ngintip).
Waduh, sekarang Senjoyo tak steril dari sampah plastik dan kimia. Ini dipicu terutama oleh cuekismenya orang-orang yang membuang bungkus sabun, sampo, bungkus makanan, kemasan minuman, sisa deterjen, celana dalam... macam-macamlah kalau mau disebut sehelai demi sehelai. Belum lagi rusaknya pohon-pohon karena aksi orang usil dan orang doyan (doyan segalanya). Ini jadi ancaman bukan saja buat tampilan Senjoyo yang asri lestari, tetapi juga ancaman buat segerombolan besar manusia yang hidupnya didukung ketersediaan air dan sumber alam lain dari Senjoyo. Bayangkan kalau anarkisme lingkungan ini dibiarkan, terus suatu saat Senjoyo tidak lagi memproduksi air bersih yang alami-alami, terus airnya makin menyusut, terus mampet babar blassh... macet 100%, terus bagaimana nasib hidupnya orang-orang Salatiga dan sekitarnya?
Lha mbok mikir, jangan cuma cari enaknya sekarang (tapi susah anak-cucu mendatang), ya tho?
Padahal, mari bareng-bareng (atau sendiri-sendiri) kita melihat betapa khidmat, syahdu, mendayu-ndayu tapi seger-bugernya suasana di Senjoyo. Air jernih mengalir di sana-sini, terus mengalirnya sampai jauh.... ke sungai, ke sawah, juga ke rumah-rumah orang-orang Salatiga dan sekitarnya (lewat pipa air minum). Jadi kalau dihitung serampangan saja, ada ratusan ribu orang yang hidupnya bergantung kepada nongolnya air dari Senjoyo. Selain lakonnya air jernih, tampil juga pemandangan hijau yang nikmat dan menyejukkan mata dan rasa. Karena itu tiap saat tampillah orang-orang santai-santai, leyeh-leyeh, duduk-duduk, mojok-mojok, asyik-asyik, gembira-gembira, sampai yang ngantuk-ngantuk dilanda angin sepoi-sepoi campur suara gemericik dan gemerecek air bening yang mengalir tiada banjir... Eh, ada lagi yang lagi cuci-cuci, berenang-renang, mandi-mandi... (mungkin juga ngintip-ngintip).
Waduh, sekarang Senjoyo tak steril dari sampah plastik dan kimia. Ini dipicu terutama oleh cuekismenya orang-orang yang membuang bungkus sabun, sampo, bungkus makanan, kemasan minuman, sisa deterjen, celana dalam... macam-macamlah kalau mau disebut sehelai demi sehelai. Belum lagi rusaknya pohon-pohon karena aksi orang usil dan orang doyan (doyan segalanya). Ini jadi ancaman bukan saja buat tampilan Senjoyo yang asri lestari, tetapi juga ancaman buat segerombolan besar manusia yang hidupnya didukung ketersediaan air dan sumber alam lain dari Senjoyo. Bayangkan kalau anarkisme lingkungan ini dibiarkan, terus suatu saat Senjoyo tidak lagi memproduksi air bersih yang alami-alami, terus airnya makin menyusut, terus mampet babar blassh... macet 100%, terus bagaimana nasib hidupnya orang-orang Salatiga dan sekitarnya?
Lha mbok mikir, jangan cuma cari enaknya sekarang (tapi susah anak-cucu mendatang), ya tho?